Jumat, 15 Februari 2008

Petani Modern


Kamis, 6 Desember 2007 00:00 WIB - warta ekonomi.com


Doyo Mulyo Iskandar Ketua Kelompok Usaha Tani “Mekar Tani Jaya”



Kelompok tani ini bercitra modern. Mereka menembus pasar ekspor, mengatur hari libur mengurus sawah, dan menggaji anggotanya hingga jutaan rupiah. Bahkan, memanfaatkan internet untuk tahu perubahan harga, cuaca, dan cara-cara baru bertani.



Indonesia adalah negara agraris. Bahkan, pada 1984, negeri ini berhasil berswasembada beras. Namun, saat ini, jangankan mengandalkan hasil pertanian, area persawahan banyak yang beralih rupa menjadi kawasan permukiman atau pabrik. Petani yang tersisa pun cuma menjadi tukang tanam, sekadar mewarisi lahan untuk diolah.



Namun, tidak demikian halnya dengan para petani di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung. Mereka yang tergabung dalam Kelompok Usaha Tani “Mekar Tani Jaya”—mereka juga memiliki versi bahasa Inggrisnya: MTJ Farmer Group—berhasil memperlihatkan diri sebagai petani modern nan sukses. Cirinya, kehidupan mereka tak melulu di tengah sawah, tetapi juga mencari informasi lewat internet dan membaginya kepada anggota yang lain. Bahkan, Doyo Mulyo Iskandar, ketua Kelompok Usaha Tani “Mekar Tani Jaya”, hidupnya kini berubah. “Kalau dulu kami hidup di gunung yang jauh dari peradaban, kini justru mampu memasok sayur organik untuk negara lain,” kata Doyo.



Bisnis kelompok tani ini pun berkembang. Selain fokus pada produk pertanian tanpa residu kimia (organik), mereka punya usaha agrowisata, memiliki guest house untuk menampung mahasiswa yang magang ataupun menyelesaikan tugas akhir, serta memberi bimbingan cara bertani yang baik bagi pensiunan sebuah perusahaan telekomunikasi.



Gaji dan Libur



Perjalanan panjang KUT Mekar Tani Jaya ini berawal dari keinginan sembilan pemuda Desa Cibodas, Lembang, yang ingin memperbaiki nasib pada 1987. Mereka adalah Doyo, Ishak, Dase, Hanas, Sugandi, Dadang, Odang, Amas, dan Rujito. Meski memiliki bekal gelar sarjana, tak satu pun dari mereka berlatar belakang pendidikan pertanian. “Beruntung, para petani di desa kami memberi dukungan,” kenang Doyo, yang kemudian dinobatkan menjadi ketua. Itu karena selama ini petani di sana terjerat tengkulak ketika akan menjual hasil kebun. Menyesuaikan diri dengan lingkungan Cibodas yang berhawa sejuk, kelompok tani yang dirintis dengan modal Rp96.000 ini melakukan budi daya dengan menanam sayur-sayuran dan buah-buahan.



Setelah dua puluh tahun berdiri, jaringan kemitraan Mekar Tani Jaya kini membawahkan 19 kelompok tani dan 630 petani anggota. Agar lebih lincah, Doyo pun berstrategi dengan membagi tugas dan spesialisasi kelompok. Pria 44 tahun ini membaginya menjadi empat bidang usaha, yakni budi daya sayuran eksklusif dan organik, pengolahan hasil produksi, pengemasan dan pemasaran, serta jasa. Selanjutnya, setiap kelompok tani memiliki fokus usaha sendiri. Misalnya, kelompok Gapura Tani hanya mengurusi pengadaan bibit; Mekar Tani Jaya I bertanggung jawab atas pupuk organik; atau PD Grace menangani usaha sayur eksklusif, termasuk urusan bibit, teknologi, dan pemasaran ke supermarket tertentu.



Lewat kelompok tani pula Doyo berhasil meyakinkan pemuda desa bahwa pertanian bukan hanya “mainan” orang tua. Setiap tahun ia memberangkatkan sejumlah remaja untuk belajar pertanian modern di Jepang atau Australia. Sementara itu, bagi pemuda yang cuma bermodalkan otot, kelompok tani juga menyediakan peluang pekerjaan di lahan pertanian ataupun gudang pengepakan.



Bak perusahaan, pengurus kelompok tani membayar gaji para pekerja yang membantu mereka menggerakkan roda bisnis. Pekerja di bidang administrasi, misalnya, bisa mendapatkan penghasilan paling tidak Rp1 juta per bulan. Lalu petani anggota bisa mendapatkan penghasilan rata-rata Rp2 juta per bulan dengan menggarap 0,2 hektar sawah. “Dengan bekerja secara berkelompok, para petani bisa hidup lebih sejahtera,” tegas Doyo. Selain memperoleh gaji, para anggota juga mendapatkan jatah libur. Pengurus Mekar Tani Jaya akan mengatur waktu off, sehingga saat kalender menunjukkan tanggal merah masih tetap ada yang mengawasi kebun paprika, misalnya.



Dalam budi daya sayuran, mereka tidak menganut “sistem bunglon”, atau hanya ikut-ikutan menanam sayuran yang sedang menjadi primadona. “Petani sayuran itu harus pandai mencium komoditas mana saja yang dibutuhkan pasar, tanpa harus latah dalam menanam sesuatu,” papar Doyo. Mereka menghindari menanam sayuran konvensional yang ditanam petani desa tetangga. Petani yang tergabung dalam Mekar Tani Jaya memilih mengembangkan asparagus, cizito, edamame, horenso, nasubi, zukini, serta kapri dan jagung manis Jepang.



KUT ini juga sengaja mengembangkan sistem pertanian organik. Menurut Doyo, mengembangkan sistem pertanian organik tak sekadar tidak menyemprot tanaman dengan obat antihama. “Menyiram dengan air sungai yang telah tercemar pun bisa mengubah status produk menjadi anorganik, karena banyak mengandung residu,” terang Doyo. Bahkan, buyer asing terkadang tak hanya melihat sertifikat organik semata atau melakukan uji kualitas residu kimia, tetapi juga memperhatikan keberadaan toilet! “Mereka mau di kebun ada toilet, biar petani tidak buang hajat sembarangan,” imbuh Doyo, sambil tergelak.



Dana Pihak Ketiga



Menariknya, layaknya sebuah perusahaan, sebelum menanam satu jenis tanaman, para petani akan mengadakan sebuah analisis usaha. Analisis usaha inilah yang mempermudah petani mendapatkan kredit bank. “Petani kami sudah mampu membuat proposal,” cetus Doyo, bangga. Ia mengungkapkan ini sebagai hasil pertukaran ilmu dengan perkumpulan pensiunan yang tergabung dalam Purna Bakti PT Indosat dan Prapurna Bakti PT Pindad. Para mantan dan calon mantan pensiunan ini belajar bertani, sementara para petani belajar manajemen. Klop. Dan, berkat internet, para petani bisa menjaring informasi harga, komoditas, cuaca, maupun metodologi bertani paling mutakhir. Memang, belum semua petani paham internet, tetapi kekuatan berbagi membuat informasi terbaru mudah ditemukan di kantor sekretariat.



Upaya Doyo untuk mengangkat derajat petani mulai menampakkan hasil. Sepuluh tahun setelah berdiri, mereka mulai mengekspor sayur dan buah. Semula, petani hanya menjadi penyuplai bagi sebuah agen sayuran yang mengekspornya ke Taiwan. Kini, Mekar Tani Jaya mengirim langsung kontainer ke Singapura, Malaysia, dan memasok sayur-mayur bagi sejumlah kapal perang berbendera asing. Untuk pasar Singapura saja, ungkap Doyo, setiap bulan pihaknya mampu memasok 20 ton sayuran senilai Rp1,6 miliar. Hingga kini, ada 36 jenis sayur dan buah yang diekspor para petani ini. Paling tidak, kekayaan KUT ini sekarang ditaksir mencapai Rp12 miliar.



Selain diekspor, sayur organik van Lembang ini juga didistribusikan ke belasan supermarket di Jakarta. Tentu, dari sisi kualitas, produk yang dijual di dalam negeri berada sedikit di bawah produk kualitas ekspor. Sementara itu, sayur dan buah sortiran, atau yang memiliki kualitas paling rendah, terpaksa dijual di pasar-pasar tradisional. “Buat apa capai-capai bertani empat bulan kalau sayur yang kita tanam hanya masuk ke pasar tradisional dengan harga amat rendah,” tukas Doyo.



Untuk mengembangkan usaha, Mekar Tani Jaya mengambil Rp250 dari tiap kilogram sayuran yang mereka jual. Nantinya, dana itu dipakai untuk membantu petani saat panen hingga pengepakan. Selain mendapatkan modal dari petani anggota, untuk mengembangkan usaha, KUT ini juga melibatkan investor. Melalui investasi pihak ketiga, yang jumlahnya mencapai Rp2,4 miliar, kelompok tani ini juga menyasar usaha agrowisata, memberi pelatihan bertani, persewaan kebun dan guest house, pabrik biopestisida, transportasi, hingga trading.



Meski telah mendapat penghargaan dan pujian dari berbagai pihak, Doyo merasa dirinya belum menjadi petani modern. “Saya sedang belajar menjadi petani modern,” kata pemenang Dji Sam Soe Award 2006 ini, merendah. Kendati demikian, karena tuntutan pasar global, ia mengaku telah memakai teknologi modern dalam menggarap lahan dan eksekusi produk. Menurut dia, sudah sepatutnya petani Indonesia meninggalkan cara-cara bertani konvensional yang membuat mereka tak bisa menembus pasar global. “Kalau tetap kampungan, boro-boro bisa masuk pasar, yang ada kita tetap di pinggir pasar,” pungkas Doyo.###



ARI WINDYANINGRUM



Kelompok Usaha Tani “Mekar Tani Jaya”

Jl. Cibeunying No. 85, Cibodas

Lembang – Bandung

Telepon: (022)-70845095



Boks:



Bob Sadino, Pemilik KemChick



Doyo adalah entrepreneur sejati. Ia mampu menggerakkan orang banyak untuk mencapai satu tujuan, yakni memperbesar usaha. Ia punya niat, kemauan keras, dan mampu mendelegasikan tugas. Di mata saya, untuk mencapai kesuksesan, ada hal-hal sederhana yang harus dipenuhi, dan Doyo memilikinya.

Tidak ada komentar: